PAJAK PENGHASILAN PASAL 24


MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Perpajakan


La Tansa Stie.JPG




                                                                  




Disusun Oleh              : Kelompok 13
Nama Kelompok         :
1.      Dian Damayanti (103341013)
2.      Fuji Kurniawan (103341018)

Semester IV Akuntansi Reguler Pagi


SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI
LA TANSA MASHIRO
2012
BAB 1
PENDAHULUAN
1.      A
1.1.   Latar Belakang Masalah
Pajak penghasilan pasal 24 merupakan pajak yang terutang atau dibayarkan di luar negeri atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang dalam negeri. Pengkreditan pajak luar negeri tersebut dilakukan dalam tahun pajak digabungkannya penghasilan dari luar negeri tersebut dengan penghasilan di Indonesia.

1.2.   Tujuan Penulisan
1.2.1.      Memahami Pengertian PPh Pasal 24
1.2.2.      Memahami ketentuan penghitungan kredit pajak luar negeri

















BAB 2
PEMBAHASAN
2.      A
2.1.   Pajak Penghasilan Pasal 24
Mengatur tentang besarnya kredit pajak yang dapat diperhitungkan atas pemotongan pajak/pajak yang dibayar/pajak yang terutang diluar negeri.

2.2.   Permohonan Kredit Pajak Luar Negeri
Untuk melaksanakan pengkreditan pajak luar negeri, Wajib Pajak Wajib menyampaikan Permohonan kepada Dirjen Pajak dengan melampirkan:
2.2.1.      Laporan keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri
2.2.2.      Fotokopi surat pemberitahuan pajak yang disampaikandiluar negeri
2.2.3.      Dokumen pembayaran pajak diluar negeri.
Permohonan kredit pajak luar negeri tersebut harus disampaikan bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan. Namun atas pemohonan wajib pajak, dirjen pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian lampiran-lampiran permohonan tersebut karena alasan-alasan di luar kekuasaan wajib pajak.

2.3.   Penghasilan Dari Luar Negeri Yang Boleh Dikreditkan
2.3.1.      Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari pengalihan saham dan sekuritas lainnya;
2.3.2.      Penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta bergerak;
2.3.3.      Penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak bergerak;
2.3.4.      Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
2.3.5.      Penghasilan BUT luar negeri;
2.3.6.      Penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan pertambangan.
2.3.7.      Keuntungan karena penghalihan harta tetap
2.3.8.      Keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk usaha tetap.

2.4.   Batas Maksimum Yang Boleh Di Kreditkan
Hal yang paling mendasar adalah adanya batas maksimum yang boleh dikreditkan. Berikut ini contoh kasus PPh Pasal 24
PT. Vivan memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2001 sebagai berikut:
-          Di negara D, mendapat penghasilan Rp. 100jt dengan tarif pajak 40%
-          Di negara E, memperoleh penghasilan Rp. 750jt, dengan tarif pajak 10%
-          Penghasilan dalam negeri Rp. 400jt
Perhitungannya adalah sebagai berikut:
-          Penghasilan Luar Negeri:
         Laba di negara D                  Rp. 100.000.000,-
         Laba di negara E                   Rp. 750.000.000,-
         Jumlah Penghasilan               Rp. 850.000.000,-
-          Penghasilan Dalam Negeri           Rp 400.000.000,-
-          Jumlah Penghasilan Neto adalah:
Rp. 850.000.000,00 + Rp. 400.000.000,00 = Rp. 1.250.000,00
-          PPh terutang menurut tarif pasal 17 dengan fasilitas = Rp 156.250.000,-





-          Batas Maksimum kredit Pajak luar negeri untuk masing-masing negara adalah:
         Untuk negara D =
Rp. 100.000.000,00
x Rp. 156.250.000,00
= Rp. 12.500.000,00
Rp. 1.250.000.000,00
Pajak yang terutang di negara D sebesar Rp. 40.000.000,00, namun maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp. 12.500.000,-
         Untuk negara E =
Rp. 750.000.000,00
x Rp. 156.250.000,00
= Rp. 93.750.000,00
Rp. 1.250.000.000,00
Pajak yang terutang di negara E sebesar Rp 75.000.000,00, maka maksimum pajak yang boleh di kreditkan adalah Rp. 75.000.000,00
Pajak yang dapat dikreditkan di dalam negeri adalah sebesar :
Rp. 12.500.000,00 + Rp. 75.000.000,00 = Rp. 87.500.000,00















BAB 3
PENUTUP
3.      A
3.1.   Kesimpulan
Meskipun Pajak yang terutang di luar negeri dapat dikreditkan di dalam negeri melalui PPh Pasal 24, namun jumlah tersebut memiliki batas maksimum.
Jumlah PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan maksimum sebesar jumlah yang lebih rendah di antara PPh yang dibayar atau terutang di Luar Negeri dan jumlah yang dihitung menurut perbandingan antara penghasilan dari luar negeri dan seluruh Penghasilan Kena Pajak, atau maksimum sebesar PPh yang terutang atas seluruh Penghasilan Kena Pajak dalam hal di dalam negeri mengalami kerugian (Penghasilan dari LN lebih besar dari jumlah Penghasilan Kena Pajak).

3.2.   Saran
Pembahasan mengenai pajak penghasilan pasal 24 sebaiknya dikembangkan dalam pembuatan karya ilmiah selanjutnya yang lebih baik dan terperinci.












DAFTAR PUSTAKA

Tjahjono, A., & Husein, M. F. (2009). Perpajakan. Jakarta: UPP-STIM YKPN.
Waluyo, & Ilyas, W. B. (2000). Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Akuntansi Pajak “Persediaan”

CARA FLASH ACER E2 V370 DUO DUAL SIM 100% WORK

Kata kata motivasi belajar sangatlah penting