Makalah Akuntansi Pajak “Persediaan”
Makalah Akuntansi Pajak
“Persediaan”
Dosen
Pengampu: AvianiWidyastuti.,SE.,AK.,CA
Disusun
oleh :
1.
Linda Arianti Kristianto 201310170311110
2.
Nur Alfyanita Bonggie 201310170311122
3.
Rochmatus Hidayati 201310170311154
Jurusan
Akuntansi
Fakultas
Ekonomi dan Bisnis
Universitas Muhammadiyah Malang
2016
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur
kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya,
kami dapat menyelesaikan makalah Akuntansi Pajak yang berjudul “Persediaan” untukmemenuhitugasmatakuliah Akuntansi Pajak dengan
tepat waktu.
Harapan kami selakupenulis,
semogamakalahini dapat memberikan manfaat danpenambah wawasan serta memperkuat pemahaman bagipenulissendiridanparapembacamengenaimateriakuntansi perpajakan.
Pada kesempatan ini kami ucapkan terima kasih kepada
Dosen Mata Kuliah Akuntansi Pajak yaitu, Ibu AvianiWidyastuti.,SE.,AK.,CA. yang telah memberikan
kesempatan dan kepercayaan kepada kami untuk memenuhi serta menyelesaikan tugas
makalah ini.
Melalui kata pengantar
ini penulis meminta maaf apabila dalam pembuatan makalah ini masihterdapat kesalahan atau kekurangan.Olehkarenaitu, kritik dan saran yang membangun
dari para pembaca sangat diperlukan demi penyempurnaanmakalah di waktu yang akan datang.
Malang, 20Maret 2016
Penulis
DAFTAR
ISI
HalamanJudul
Kata Pengantar......................................................................................................... ii
Daftar Isi................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang..................................................................................................... 1
1.2 Tujuan................................................................................................................. 2
1.3 RumusanMasalah................................................................................................ 2
BAB II STANDAR AKUNTANSI (PSAk) DAN PERATURAN PERPAJAKAN
..... 2.1 Definisi Persediaan............................................................................................. 3
..... 2.2 Jenis-jenis
PersediaanFungsi
Persediaan................................................... ......... 3
..... 2.3Fungsi Persediaan....................................................................................... ......... 4
..... 2.4 Sistem Pencatatan persediaan............................................................................. 6
..... 2.5 Sistem Penilaian Persedian................................................................................. 7
..... 2.6 Teknik Menghitung Nilai
Persediaan Akhir....................................................... 11
..... 2.7 Perpajakan........................................................................................................... 12
BAB
III KASUS DAN PENERAPAN
3.1Penerapan
PT. Gudang Garam Tbk. Beserta Analisisnya .................................... 14
BAB
IV PENUTUP
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................... 16
Daftar
Pustaka
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pengendalian persediaan merupakan fungsi
manajerial yang sangat penting, karena persediaan fisik banyak perusahaan
melibatkan investasi rupiah terbesar dalam pos aktiva lancer.Bila perusahaan
menanamkan terlalu banyak dananya dalam persediaan, menyebabkan biaya
penyimpanan yang berlebihan, dan mungkin mempunyai “opportunity cost” yang
lebih besar.Demikian pula, bila perusahaan tidak mempunyai persediaan yang
mencukupi, dapat mengakibatkan biaya – biaya terjadinya kekurangan bahan.
Persediaan adalah segala
sesuatu/sumber-sumber daya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya
terhadap pemenuhan permintaan dari sekumpulan produk phisikal pada
berbagai tahap proses transformasi dari bahan mentah ke barang dalam proses,
dan kemudian barang jadi ( Handoko, 1997: hal 333)
Persediaan merupakan salah satu aset yang
paling mahal di banyak perusahaan, mencerminkan sebanyak 40% dari total modal
yang diinvestasikan.Manajer operasi diseluruh dunia telah lama menyadari bahwa
manajemen persediaan yang baik itu sangatlah penting. Di satu pihak, suatu
perusahaan dapat mengurangi biaya dengan cara menurunkan tingkat persediaan di
tangan. Di pihak lain, konsumen akan merasa tidak puas bila suatu produk
stoknya habis. Oleh karena itu, perusahaan harus mencapai keseimbangan antara
investasi persediaan dan tingkat pelayanan konsumen.
Semua organisasi mempunyai beberapa jenis
sistem perencanaan dan pengendalian persediaan. Dalam hal produk-produk fisik,
organisasi harus menentukan apakah akan membeli atau membuat sendiri produk
mereka. Setelah hal ini ditetapkan, langkah berikutnya adalah meramalkan
permintaan.Kemudian manajer operasi menetapkan persediaan yang diperlukan untuk
melayani permintaan tersebut. Pada makalah ini, akan dibahas fungsi, jenis, dan
pengelolaan persediaan. Kemudian akan dibicarakan mengenai metode Economic
Order Quantity serta Analisis ABC yang digunakan dalam manajemen persediaan.
1.2 Tujuan
Tujuan
dalam pembuatan makalah tentang “Persediaan” ini adalah guna memenuhi tugas dalam mata kuliah
Akuntansi Pajak. Selain itu untuk memperluas wawasan kami dan para pembacanya mengenai Perbandingan fiskal
dengan komersial, serta dengan adanya makalah akan membantu para pembaca dalam
memahaminya dan menjadi pedoman dalam penerapan akuntansi pajak di dunia
perekonomian dengan baik dan benar.
1.3 Rumusan Masalah
1. Bagaimana perlakuan
akuntansi atas persediaan dari sisi komersial?
2. Bagaimana perlakuan
akuntansi perpajakan atas persediaan?
3. Bagaimana PT.Gudang Garam Tbk. menyajikan
persediaan dalam laporan keuangannya?
BAB
II
Standar
Akuntansi (PSAK) & Peraturan
Perpajakan
2.1
Definisi
Persediaan (PSAK 14)
Aset yang
tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal, baik barang dagangan untuk
usaha perdagangan maupun barang jadi untuk manufaktur; berada dalam proses
produksi (barang dalam proses manufaktur dan pekerjaan dalam proses untuk
kontraktor); dan dalam bentuk bahan baku
atau perlengkapan (bahan pembantu) untuk digunakan dalam proses produksi atau
pemberian jasa.
(Kieso dan Weygandt ;
1995,491)
“Persediaan
adalah pos harta yang ditahan untuk dijual dalam kegiatan usaha yang biasa atau
barang yang dikonsumsi dalam produksi barang yang akan dijual.”
PSAK 14 àPersediaan adalah aset:
l
Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal
l
Dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan
l
Atau dalam bentuk bahan atau perlengkapan / supplies
untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa
2.2
Jenis-jenis
Persediaan
Persediaan
dapat dikelompokkan menurut jenis dan posisi barang tersebut di dalam urutan
pengerjaan produk, yaitu (Assauri, 1998):
a)
Persediaan Bahan Baku (Raw
Material Stock)
Merupakan persediaan dari barang-barang
yang dibutuhkan untuk proses produksi. Barang ini bisa diperoleh dari
sumber-sumber alam, atau dibeli dari supplier yang
menghasilkan barang tersebut.
b)
Persediaan Bagian Produk
(Purchased Parts)
Merupakan persediaan barang-barang yang
terdiri dari parts yang diterima dari perusahaan lain, yang secara langsung
diassembling dengan parts lain tanpa melalui proses produksi.
c)
Persediaan Bahan-Bahan
Pembantu (Supplies Stock)
Merupakan persediaan barang-barang yang
diperlukan dalam proses produksi untuk membantu kelancaran produksi, tetapi
tidak merupakan bagian dari barang jadi.
d)
Persediaan Barang
Setengah Jadi (Work in Process)
Merupakan barang-barang yang belum berupa
barang jadi, akan tetapi masih diproses lebih lanjut sehingga menjadi barang
jadi.
e)
Persediaan Barang Jadi (Finished
Good)
Merupakan barang-barang yang selesai
diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk disalurkan kepada distributor,
pengecer, atau langsung dijual ke pelanggan.
Adapun jenis-jenis Persediaan antara antara lain :
•
Biaya
pembelian
Meliputi harga pembelian, bea masuk dan pajak
lainnya kecuali yang dapat ditagih kembali kepada kantor pajak
•
Biaya
konversi
Meliputi biaya yang secara langsung terkait
dengan unit yang diproduksi dan biaya overhead produksi tetap dan variable yang
dialokasikan secara sistematis.
•
Biaya
lain
Biayayang timbul sampai persediaan berada
dalam kondisi dan tempat yang siap untuk dijual atau dipakai (present location
and condition)
2.3
Fungsi – fungsi
Persediaan
Fungsi
persediaan yaitu untuk menghindari keterlambatan barang, hilangnya barang dan
dengan adanya persediaan, maka operasional perusahaan dapat terus berjalan
sehingga pelayanan terhadap konsumen dapat terus berjalan sehingga pelayanan
terhadap konsumen dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya.
Menurut
Freddy Rangkuti dalam buku “Manajemen Persediaan Aplikasi di Bidang
Bisnis”, fungsi utama persediaan yaitu :
1. Fungsi
Decoupling.
2. Fungsi
Economic Lot Sizing.
3. Fungsi Antisipasi.
Efesiensi
operasional suatu organisasi dapat ditingkatkan karena berbagai fungsi penting
persediaan. Pertama, harus diingat bahwa persediaan adalah sekumpulan produk
fisikal pada berbagai tahap proses transformasi dari bahan mentah ke barang
dalam proses, dan kemudian barang jadi. Fungsi – fungsi dari persediaan antara
lain:
1. Fungsi “ Decoupling “
Fungsi
penting persediaan adalah memungkinkan operasi – operasi perusahaan internal
dan eksternal mempunyai kebebasan. Persediaan “ decouples” ini memungkinkan
perusahaan dapat memenuhi langganan tanpa terganggu supplier.
Persediaan
bahan mentah diadakan agar perusahaan tidak akan sepenuhnya tergantung pada
pengadaannya dalam hal kuantitas dan waktu pengiriman. Persediaan barang dalam
proses diadakan agar departemen – departemen dan proses – proses individual
perusahaan terjaga kebebasannya. Persediaan barang jadi diperlukan untuk
memenuhi permintaan produk yang tidak pasti dari para langganan.Persediaan yang
diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat
diperkirakan atau diramalkan disebutfluctuation stock.
2. Fungsi “Economic Lot Sizing”
Melalui
penyimpanan persediaan, perusahaan dapat memproduksi dan membeli sumber daya –
sumber daya dalam kuantitas yang dapat mengurangi biaya per unit. Persediaan
“Lot Size” ini perlu mempertimbangkan penghematan dalam hal pembelian, biaya
pengangkutan per unit lebih murah karena perusahaan melakukan pembelian dalam
kuantitas yang lebih besar, dibandingkan dengan biaya – biaya yang timbul
karena besarnya persediaan ( biaya sewa gedung, investasi, resiko dan
sebagainya ).
3. Fungsi Antisipasi
Sering
perusahaan menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diperkirakan dan
diramalkan berdasar pengalaman atau data – data masa lalu, yaitu permintaan
musiman.Dalam hal ini perusahaan dapat mengadakan persediaan musiman.
Disamping
itu, perusahaan juga sering menghadapi ketidakpastian jangka waktu pengiriman
dan permintaan akan barang selama periode permintaan kembali, sehingga
memerlukan kuantitas persediaan ekstra yang sering disebut persediaan pengaman.
Pada kenyataannya, persediaan pengaman merupakan pelengkap fungsi “ decoupling
“ yang telah diuraikan diatas. Persediaan antisipasi ini penting agar
kelancaran proses produksi tidak terganggu.
Selain fungsi-fungsi diatas, menurut Herjanto (1997:168) terdapat enam
fungsi penting yang dikandung oleh persediaan dalam memenuhi kebutuhan
perusahaan antara lain:
1.
Menghilangkan resiko keterlambatan
pengiriman bahan baku atau barang yang dibutuhkan perusahaan.
2.
Menghilangkan resiko jika material
yang dipesan tidak baik sehingga harus dikembalikan.
3.
Menghilangkan resiko terhadap
kenaikan harga barang atau inflasi.
4.
Untuk menyimpan bahan baku yang
dihasilkan secara musiman sehingga perusahaan tidak akan sulit bila bahan
tersebut tidak tersedia dipasaran.
5.
Mendapatkan keuntungan dari
pembelian berdasarkan potongan kuantitas (Quantity Discount).
6.
Memberikan pelayanan kepada
langganan dengan tersediaanya barang yang diperlukan
2.4 Sistem Pencatatan persediaan
1.
Sistem
Periodik
Setaip pembelian dicatat
dalam akun “pembelian” dan penjualan dicatat dalam akun “penjualan”. Persh
menentukan HPP hanya pada saat akhir periode akuntansi dng rumus:
Persedian Awal + Pembelian
(neto) – Persedian Akhir = Harga Pokok Penjualan
|
Persedian dihitung dengan
melakukan perhitungan fisik pada setiap akhir periode.Dengan
sistem ini perhitungan
persediaan dpt dilakukan dng akurat dan benar.
Kelemahannya jika jumlah dan jenis persediannya banyak, cara ini sangat
mahal. Sistem ini tdk bertentangan dbg
perpajakan karena berdasarkan perhitungan yg benar.
- Sistem Perpetual
Setiap pencatatan
dilakukan secara terus menerus dimana
setiap pembelian dan penjualan barang dagangan dicatat dalam akun “Persediaan”.
Persh mencatat secara detail harga pokok dari setiap persedian barang dagangan yg
dijual dan dibeli.
Perbedaan sistem periodik dan perpetual :
Tgl 2 Nop PT. Z mencatat pembelian brg dagangan sebesar Rp 1.200.000 secara kredit dng syarat
2/10, n/30.
PERIODIK
|
PERPETUAL
|
||||
Pembelian
|
1.200.000
|
Persedian
|
1.200.000
|
||
Utang
Dagang
|
1.200.000
|
Utang Dagang
|
1.200.000
|
PT. Z mebayar pembelian tgl 2 Nop dlm periode
diskon Rp 1.176.000 ( 98%X Rp 1.200.000)
PERIODIK
|
PERPETUAL
|
||||
Pembelian
Dis.
pembelian
Kas
|
1.200.000
|
24.000
1.176.000
|
Utang Dagang
Persedian
kas
|
1.200.000
|
24.000
1.176.000
|
2.5 Sistem Penilaian Persedian:
1.
Berdasarkan
harga Perolehan
a.
Metode Identifikasi Khusus
Metode ini berasumsi arus barang harus sama dng arus
biaya, sehingga setiap kelompok brg diberi identifikasi dan dibuat kartu. HP
untk setiap brg dpt diketahui, sehingga HPP terdiri atas HP Brg yg dijual dan
sisanya sebagai persedian akhir .Metode ini digunakan untk persh yg mempunyai
persedian relatif sedikit ttp harga per unitnya besar.Karena itu HPP dan HP
Persedian menggunakan arus harga pokok sebenarnya (actual) dari persedian.
b.
Metode
Masuk Pertama Keluar Pertama (First In Firt Out – FIFO)
Metode ini mendasarkan pada asumsi bahwa barang yg
masuk pertama akan dikeluarkan pertama.
c.
Masuk
Terakhir Keluar pertama (Last In First Out – LIFO )
Cara ini digunakan dng
mendasarkan pd asumsi bahwa arus pembebanan ke Harga Pokok Penjualan
berdasarkan pada harga pembelian terakhir.
d.
Metode
Rata-rata (Average)
Dengan metode rata-rata pembebanan ke harga pokok untk brg
yg dijual atau untk persedian akhir menggunakan harga rata-rata. Metode
rata-rata terdiri atas:
- Rata –
rata Sederhana (Simple Average), harga rata-rata dihitung dng cara
menjumlahkan harga pokok per unit (tanpa mengalikan juml barang ) dibagi dng
banyaknya harga.
- Rata – rata Bergerak (Moving Average)
seperti pd perhitungan rata-rata
tertimbang,Pembebanan ke harga pokok
penjualan dilakukan setiap terjadi pembelian. Metode ini digunakan pada
perpetual.
Contoh rata-rata sederhana:
• 2 Jan
Persedian awal 200 unit @ Rp 10.000 =
Rp 2.000.000
• 10 Jan
Pembelian 400 unit @ Rp
11.500 = Rp
4.600.000
• 18 Jan
Pembelian 100 unit @ Rp
12.500 = Rp
1.250.000
• 24 Jan Pembelian 200 unit @ Rp
12.000 = Rp 2.400.000
• Persedian per 31 Januari diketahui sebesar 200 unit.
Rata-rata Persedian =
10.000 + 11.500 + 12.500 +12.000
4
= 46.000/4 = 11.500
Jadi nilai
persedian per 31 januari = 200 X Rp
11.500 = Rp 2.300.000
TGL
|
URAIAN
|
PEMBELIAN
|
PEMAKAINAN/HPP
|
SALDO
|
||||||||
unit
|
Rp
|
Unit
|
Rp
|
Juml
|
unit
|
Rp
|
Juml
|
|||||
2/1
10/1
15/1
18/1
24/1
30/1
|
Saldo
Beli
Pakai
Beli
Beli
Pakai
|
400
100
200
|
11.500
12.500
12.000
|
300
400
|
11.000
11.583
|
3.300.000
4.633.333
|
200
600
300
400
600
200
|
10.000
11.000
11.000
11.375
11.583
11.583
|
2.000.000
6.600.000
3.300.000
4.550.000
6.950.000
2.316.666
|
|||
Contoh rata-rata bergerak:
- Berdasarkan Estimasi
Penetapan besarnya nilai persedian akhir dpt dilakukan
dng mendasarkan estimasi pada:
- Metode laba Kotor
Pada metode ini nilai persedian akhir dihitung mundur dan
biasanya digunakan dlm jeadaan khusus. Con : persh dlm keadaan terbakar,
sehingga sulit menetapkan secara fisik nilai persedian akhir.
Contoh:
Data yg diperoleh dari buku perusahaan:
Total
Penjualan Rp 20.000.000
Pembelian
Rp 10.000.000
Pers.Awal
Barang Rp 16.000.000
Laba
Kotor Penjualan 40 % dari harga jual
Besarnya Nilai Persedaian Akhir dihitung sbb:
Total Penjualan Rp
20.000.000
Laba Kotor (40% X 20 jt) Rp 8.000.000
HPP
Rp 12.000.000
Barang tersedia unk dijual: (Rp16.000.000+ Rp10.000.000) =
Rp26.000.000
Jadi Taksiran Nilai Persedian Akhir Rp 14.000.000 ( Rp
26.000.000 – Rp 12.000.000 )
- Metode Eceran (Ritel)
Penetapan nilai persedian akhir berdasarkan pd hrg
pasar (market value).
Contoh:
HARGA POKOK
|
HARGA JUAL
|
|
Persedian Awal
Pembelian
Barang Tersedia Dijual
|
30.000.000
390.000.000
420.000.000
|
50.000.000
550.000.000
600.000.000
|
Persentase Harga Pokok terhadap Harga Jual (Cost
to Retail Ratio) :
( 420.000.000 / 600.000.000 )
X 100% = 70 %
|
Taksiran Persedian Barang Akhir dpt dihitung sbb:
Brg Tersedia Dijual Rp 600.000.000
Penjualan
Rp 520.000.000
Pers. Brg Akhir (Dsr Harg Jual) Rp 80.000.000
Taksiran Pers. Brg Akhir : 70% X Rp 80.000.000 = Rp
56.000.000
Perhitungan Harga Pokok Penjualan:
Pers. Awal Rp 30.000.000
Pembelian Rp 390.000.000
Brg Tewrsedia Dijual Rp 420.000.000
Pers. Akhir Rp 56.000.000
Harga Pokok Penjualan Rp
364.000.000
Metode Penilaian Lainnya:
- Harga Terendah antara Hrg Perolehan dan Harga Pasar (Lower of cost or Market whichever is Lower –LOCOM)
Jika persedian di gudang secara fisik mengalami
kerusakan sehingga manfaatnya tdk lagi sepadan dng harga pokok atau akibat
lainnya.Seperti perubahan tingkat harga.
Oleh krn itu pd umumnya persedian dinyatakan sebesar Harga Terendah antara Harga Perolehan dan Harga Pasar nya. Selisih penurunan tsb
diakui sebagai kerugian pd saat terjadinya.
Contoh:
Jenis Brg
|
Juml (unit)
|
HP Per Unit
|
HP Pasar Per Unit
|
Total
|
LOCOM
|
||
HP
|
H Pasar
|
||||||
1
2
3
4
|
A
B C D |
500
400
200
300
|
10.000
15.000
8.000
12.000
|
9.000
20.000
9.000
7.000
|
5.000.000
6.000.000
1.600.000
3.600.000
16.200.000
|
4.500.000
8.000.000
1.800.000
2.100.000
16.400.000
|
4.500.000
6.000.000
1.600.000
2.100.000
14.200.000
|
- Nilai Jual
terhadap produk yg harga jual dapat ditentukan secara
pasti, ttp harga perolehannya sulit ditetapkan, maka nilai persedian ditetapkan
sebesar harga jual dikurangi taksiran biaya-biaya penjualan yg dpt terjadi.
Metode ini digunakan untuk menetapkan persedian produk pertanian atau logam
mulia.
2.6 Teknik
menghitung nilai persediaan akhir
- Metode laba bruto (gross profit method), metode ini biasa digunakan apabila inventarisasi fisik tidak mungkin dilakukan dan pencatatan perpetual tidak dilaksanakan
- Metode harga eceran (retail method), metode ini sering digunakan oleh pengecer, pasar swalayan dan toserba untuk menaksir nilai persediaan guna penyusunan penyusunan laporan perhitungan laba rugi. UU PPh No.36/2008 dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak harus berdasarkan data yang benar dan bukan berdasarkan penaksiran.
2.7Perpajakan
Dalam UU PPh No 36 tahun 2008 Pasal 10 ayat(6):
•
Sistem
pencatatan yg diperkenankan adalah sistem pencatan perpetual.
•
Penilaian pemakaian persedian untk perhitungan
HPP ada dua yaitu metode rata-rata (average)
atau FIFO (First In First out). Pemilihan metode ini harus taat azas,
artinya sekali WP memlilih salah satu cara penilaian pemakaian persedian untk
perhitunga HPP, maka untk selanjutnya harus digunakan cara yg sama.
Contoh:
•
Tgl 3 Maret 2012 PT. B membeli 100 unit brg dagangan
dng harga Rp 5.000.000 (harga belum termasuk PPN ) secara tunai. PT. B telah
dikukuhkan sebagai PKP sejak 31 Januari 2005.
Pembukuan atas persedian dilakukan secara perpetual.
•
Jurnal untk transaksi tsb:
Tanggal
|
Keterangan
|
Debet
|
Kredit
|
03/03/12
|
Persedian
barang dagangan
Pajak
Masukan
Kas/Bank
|
5.000.000
500.000
|
5.500.000
|
Catatan:
Pajak
Masukan : 10% X Rp 5.000.000 = Rp 500.000
Harga
1 unit barang dagangan adalah Rp 5.000.000 : 100 unit = Rp 500.000
|
Pd
tgl 31 Maret 2012, PT. B menjual 30 unit brg dagangan secara tunai dng harga
jual per masing-masing unit sebesar Rp 70.000 (belum termasuk PPN) .
Jurnal
transaksi tsb:
Tanggal
|
Keterangan
|
Debet
|
Kredit
|
31/03/12
|
Kas/bank
Pajak Keluaran
Penjualan
Harga
Pokok Penjualan
Persedian Barang dagangan
(30
unit X Rp 50.000)
|
2.310.000
1.500.000
|
210.000
2.100.000
1.500.000
|
Catatan:
Pajak
Keluaran : 10 % X Rp 2.100.000 = Rp
210.000
Persedian
brg dagangan yg tersisa dan tercatat dlm pembukuan PT. B per tanggal 31 Maret
2012 adalah : 70 unit X Rp 50.000 = Rp
3.500.000
|
Jika
PT. B belum dikukuhkan sebagai PKP maka jurnal pada saat pembelian brg dagangan
sbb:
Tanggal
|
Keterangan
|
Debit
|
Kredit
|
03/03/12
|
Persedian
barang dagangan
Kas/ Bank
|
5.500.000
|
5.500.000
|
PT.
B tdk dpt mengkreditkan Pajak Masukannya sehingga Pajak Masukan dimasukkan
sebagai harga perolehan brg dagangan. Jadi I unit barang dagangan adalah Rp
5.500.000 : 100 unit = Rp 55.000.
Jurnal
transaksi penjualan:
Tanggal
|
Keterangan
|
Debet
|
Kredit
|
31/03/12
|
Kas/Bank
Penjualan
Harga
Pokok Penjulan
Persedian brg dagangan
(30
unit X Rp 55.000)
|
2.100.000
1.650.000
|
2.100.000
1.650.000
|
Karena
bukan PKP maka PT. B tidak memungut Pajak keluarn.
BAB
III
Kasus
Penerapan dan Aplikasinya
3.1
PT. Gudang Garam Tbk
Pada bab ini kami selaku penulis akan
membahas kasus penerapan akuntansi pajak mengenai persediaan pada laporan
keuangan yang telah dibuat oleh PT
Gudang Garam, Tbk tahun 2014.
Dapat dilihat dari CALK PT
Gudang Garam, Tbk tahun 2014, bahwa persediaan dinilai berdasarkan biaya
perolehan. Biaya perolehan barang dagangan sendiri dihitung dengan metode FIFO.
Secara keseluruhan, hal tersebut menunjukkan bahwa kebijakan terkait persediaan pada PT Gudang
Garam, Tbk telah sesuai dengan ketentuan perpajakan UU PPh 10 ayat 6 yang
menganut metode FIFO dan metode rata-rata.
Untuk tujuan PPN, pasal 1
bagian (e) UU PPN 1984 menyatakan penyerahan barang kena pajak ke pedagang
perantara dianggap transaksi penyerahan penjualan. Hal tersebut juga nampak telah diterapkan oleh PT Gudang Garam, Tbk, melihat adanya
PPN dalam kelompok persediaan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Persediaan
(inventory), adalah meliputi semua barang yang dimiliki perusahaan pada saat
tertentu, dengan tujuan untuk dijual atau dikonsumsi dalam siklus operasi
normal perusahaan. Aktiva lain yang dimiliki perusahaan, tetapi tidak untuk
dijual atau dikonsumsi tidak termasuk dalam klasifikasi persediaan. Persediaan
merupakan aktiva perusahaan yang menempati posisi yang cukup penting dalam
suatu perusahaan. Dengan gambaran tersebut maka persediaan untuk
perusahaan-perusahaan manufaktur pada umumnya mempunyai tiga jenis persediaan
yaitu: 1. Bahan baku (direct material) 2. Barang dalam proses (work in proses)
3. Barang jadi (finished goods). Metode yang dapat digunakan dalam hubungannya
dengan pencatatan persediaan ada dua, yaitu: 1. Metode Stock Opname atau Metode
Periodik (Fisik) 2. Metode Perpetual. Masalah kepemilikan barang dalam
perjalanan (Goods in transit) sangat tergantung dari perjanjian yang disepakati
oleh penjual dan pembeli. 2 syarat tersebut adalah (1) Fob Shipping Point dan
(2) Fob Destination. Tidak semua barang yang berada di gudang/toko bisa diakui
menjadi milik perusahaan, misalnya barang titipan (barang konsinyasi) dari
pihak lain dengan tujuan akan dijual untuk dan atas nama pihak lain tersebut
dengan mendapatkan sejumlah komisi (consignment in) tidak dapat diakui sebagai
milik perusahaan. Sebaliknya untuk barang yang sifatnya consigment out, yang
sampai dengan tanggal neraca belum terjual harus dicantumkan di Neraca. Sistem
pencatatan (administrasi) persediaan ada dua, yang pertama sistem fisik/periodik
(periodic inventory system), berdasarkan sistem ini persediaan ditentukan
dengan melakukan menghitung fisik terhadap persediaan. Penghitungan fisik
persediaan dilakukan secara periodik. Dalam sistem ini pencatatan terhadap
mutasi persediaan tidak selalu diikuti. Oleh karena itu prosedur penghitungan
fisik persediaan pada akhir periode harus dilakukan (mandatory procedure) untuk
dapat menentukan fisik persediaan yang akan dilaporkan dalam laporan keuangan.
Hasil perhitungan fisik ini dipakai sebagai dasar penentuan nilai persediaan.
Yang kedua, sistem perpetual (perpetual inventory system), Pencatatan terhadap
mutasi persediaan selalu diikuti secara konsisten, dengan mencatat semua
transaksi yang menyebabkan berkurang atau bertambahnya persediaan. Penilaian
dengan pendekatan arus harga pokok (cost basic flow approach) terdapat dua
sistem pencatatan persediaan yaitu sistem periodik dan sistem perpetual yang
masing-masing ada tiga cara penilaian persediaan, yaitu: 1. FIFO (First in
First Out), masuk pertama keluar pertama (MPKP), metode ini menyatakan bahwa
persediaan dengan nilai perolehan awal (pertama) masuk akan dijual (digunakan)
terlebih dahulu, sehingga persediaan akhir dinilai dengan nilai perolehan
persediaan yang terakhir masuk (dibeli). 2. LIFO (Last In First Out), masuk
terakhir keluar pertama (MTKP), metode ini menyatakan bahwa persediaan dengan
nilai perolehan terakhir masuk akan dijual (digunakan) terlebih dahulu,
sehingga persediaan akhir dinilai dan dilaporkan berdasarkan nilai perolehan
persediaan yang awal (pertama) masuk atau dibeli. Metode ini cenderung
menghasilkan nilai persediaan akhir yang rendah dan berdampak pada nilai aktiva
perusahaan yang rendah. 3. Metode Rata-rata (average method), dengan
menggunakan metode ini nilai persediaan akhir akan menghasilkan nilai antara
nilai persediaan metode FIFO dan nilai persediaan LIFO. Metode ini juga akan
berdampak pada nilai harga pokok penjualan dan laba kotor. Dalam penilaian
persediaan selain arus harga pokok ada tiga metode yang digunakan, yaitu: 1.
Lower Cost of Market, yaitu metode harga terendah antara harga pokok dan harga
pasar. Metode ini dapat diterapkan dalam kondisi persediaan tidak normal,
misalnya cacat, rusak dan kadaluarsa. 2. Gross Profit Method, metode laba kotor
ini bersifat estimasi dalam penilaian persediaannya. Biasanya diterapkan karena
keterbatasan dokumen yang terkait dengan persediaan, misalnya karena terjadi
bencana kebakaran dan banjir. 3. Retail Method, metode eceran ini menilai
persediaan akhir dengan cara menghitung terlebih dahulu nilai persediaan akhir
berdasarkan eceran.
Daftar
Pustaka
Agoes Sukrisno, Estralita Trisnawati. Akuntansi
Perpajakan. Jakarata: Salemba Empat.
2007
DR. Gunadi, M.Sc.,
Akt.1997. Akuntansi Pajak Sesuai dengan Undang- Undang Pajak
Baru.
Jakarta : Grasindo 1997
Dimyati. Tjutju, Operations
Research Model – model Pengambilan Keputusan, Sinar Baru Algensindo,
Bandung, 2003.
Handoko, Dasar – dasar Manajemen Produksi Dan Operasi.
BPFE, Yogyakarta, 1997.
Hamdy Taha, Operation Research An Introduction,
Edisi 4, Macmillan, New York
Richard Bronson, Theory and Problem of Operation Research ,
McGraw-Hill, Singapore.
Subagyo Pangestu, Marwan
Asri, dan T. Hani Handoko. Dasar-Dasar
Operation Research, Yogyakarta: PT. BPFE-Yogyakarta, 2000.
Aminudin, Prinsip-Prinsip Riset Operasi,
Erlangga, 2005
Yulian Zamit, Manajemen Kuantitatif, BPFE,
Yogyakarta
Eddy Herjanto,
2003. Manajemen Produksi dan
Operasi, Edisi Kedua Grasindo. Jakarta
Indrio Gitosudarmo,
2002. Manajemen Operasi. BPFE-Yogyakarta
Heizer. J & Render
B, 2004. Operations Management,
Seventh Edition (IE) Prentice Hall. USA.
Munjiati Munawaraoh,
dkk,. 2004. Manajemen Operasi.
Unit Penerbiatan Fakultas Ekonomi. (UPFE-UMY) Yogyakarta.
Komentar